Janjian same Dokter jam 5.20 ehhhh kebangun tidur Jam 5.40 berabe en bahaye nih.. Habis maraton ke Klinik 10 menit lebih. Nemu suami gue bertengger di pintu klinik,
-Why you late? sentaknya di iringi ngilu-ngilu di kakiku.
-Ketiduran. Maaf. Jawabku. Bukannya tadi udah kukirim pesan via wa, aku baru sampe rumah jam 4 sore pas pulang jum'atan dari masjid. Jalan yang super panas n panjang itu buat ngantuk, sampe rumah setelah cuci kaki dan cuci muka, merebahkan diri di 'istana'ku (membentang selimut di lantai dan whuppsss, serasa lurus lagi tulangku) ngarepnya merem ampe jam 5 biar ke klinik nggak telat, tapi whoooohh, Yang kuasa mengenggamku pas tidur, baru mengembalikan ruhku sangat telat dri harapan. Atau kemungkinan besar beliau tahu sangat aku butuh sekali tidur.
-Mana kartumu? itu adalah sejenis kartu janjian ketemu dokter dari klinik, saat ku ambil dari tas dan mengeluarkannya, yeah aku tahu.. Bilangan waku yang tertera disana sudah expired. 30 Menit yang lalu.-Why you late? sentaknya di iringi ngilu-ngilu di kakiku.
-Ketiduran. Maaf. Jawabku. Bukannya tadi udah kukirim pesan via wa, aku baru sampe rumah jam 4 sore pas pulang jum'atan dari masjid. Jalan yang super panas n panjang itu buat ngantuk, sampe rumah setelah cuci kaki dan cuci muka, merebahkan diri di 'istana'ku (membentang selimut di lantai dan whuppsss, serasa lurus lagi tulangku) ngarepnya merem ampe jam 5 biar ke klinik nggak telat, tapi whoooohh, Yang kuasa mengenggamku pas tidur, baru mengembalikan ruhku sangat telat dri harapan. Atau kemungkinan besar beliau tahu sangat aku butuh sekali tidur.
Aku duduk, meregangkan kakiku yang kini serasa ada makluk berjalan disana, cenut-cenut. Sementara mas gede itu bernegosisasi dengan petugas loket sore, yang kayaknya nggak berhasil merayu untuk memaafkan keterlambatan kami. Dan benar saja, beliau mengajakku keluar setelah 10 menit lebih di depan loket.
Gagal ketemu dokter. Iya.
-Apa yang terjadi? Salah. Yang ditanya makin cemberut. Seseorang melampaui kami dan berkata-kata yang tak jelas,
-Apa katanya? tanyaku penasaran, 5 bulan tak membuat pendengaranku untuk bahasa ini jadi lebih baik.
-nothing. Aku capek. Wajah itu makin melorot, dan aku menahan diri untuk tak bertanya lebih lanjut tentang kalimat -orang itu.
-Jangan marah please, iya saya telat. Terus tadi pas datang kenapa ndak daftar duluan?
-Kamu telat, Umi. Tapi saya telat juga. We late. Padahal saya naek bus pas pulang kerja. Humm, pikirku, kasian kali. Hari ini pasti berat, beliau kerja, ke mesjid buat sholat jum'at, kerja lagi terus pulang langsung ke klinik. Sementara aku? mengisi hari di rumah tambah sholat jum'at sajo pas pulang ngantuknya begini, mengeluh pula.
Beliau berjalan di depan, mengenggam tangan kiriku, melewati rute maratonku tadi.
-Aku punya makanan terenak di dunia. Ucapku berusaha mencipta senyum di wajah loyo itu. kau mau?
-Tidak. Wah,
-Ini benar-benar terenak di dunia dan satu-satunya disini. Ucapku berapi-api, kukeluarkan bungkusan kecil dari kantong kiri tasku. Ku genggam erat dn ku ulurkan ke arahnya. Ia menerimanya. Yep.
-Ahh amendoim (bc: amendoing-kacang tanah, yang ku berikan adl kacang tanah yang di gumpalkan dg karamel, apa itu namanya?) Trims, katanya. Kamu mau?
-No, itu untukmu saja. Ngeles, padahal pingin bingits, karena itu satu-satunya yang ku comot dari masjid bersama 2 permen yang habis ku emut di bus, saat pulang tadi.
-Ayolah, katanya. membuka bungkus dan menyodorkannya dekat ke wajahku, huh ini manusia terlalu tinggi.
Dan dengan senyum di kulum, ku pongkel sedikit, buat rasa-rasa hahaha. Setengah untukmu, setengah untukku. katanya, deuh romantico eh.. yg ku jawab dg gelengan kepala.
-mana lagi kacangnya? tanyaku setelah satu menit berlalu.
-Hahahaha habis, jawabnya lepas.
-See? tanyaku. Tuh kan, itu adl makanan terenak sedunia. Makanya cepat sekali habisnya. seruku bangga. Dia tertawa. Wajah mendung itu pun sirna.
*Kemarin sore di AV. Santo Agostino
No comments:
Post a Comment