Thursday, November 20, 2014

Kebakaran - Mengenang Hidup di Kos

Pagi ini di Kota cantik Palangka Raya tampak putih karena kabut asap yang semakin hari semakin tebal. Hawa panas dan gerah mulai terasa sedari tadi aku membuka mata untuk melaksanakan shalat subuh.
Pondok Luwes nama kosku di jalan Yos sudarso gang Gajah mungkur. Wisma yang dihuni oleh 16 mahasiswi cantik dan sholehah karena jilbab akan segera kosong dalam jangka waktu satu jam ke depan. Sekarang pukul 05.00 WIB. Suara pintu berdecit bersahut-sahutan menandakan kesibukan telah dimulai. Ada yang keluar dari kamar dengan sepasang mata yang masih terpejam bergegas mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat dua rakaatnya. Ada yang mulai mencuci piring , mencuci baju, menjemur baju, membersihkan kamar dan sebagainya. Mereka sengaja merapikan semua pekerjaan pagi-pagi sekali karena hari ini mereka semua akan hadir di aula Palangka Universitas Palangka Raya untuk mengikuti seleksi OSN Pertamina tingkat Provinsi.
Selesai shalat subuh aku membangunkan Kak Nay yang masih tertidur pulas di atas kasur bututnya.
“Kak Nay bangun, shalat subuh.” Kataku mengguncang-guncang tubuh Kak Nay. Kak Nay yang dibangunkan hanya mengubah posisi tidurnya yang tadinya tengkurap, berbenah diri menjadi miring sembari menyeret selimut ke atas tubuhnya dan kembali meringkuk.
“Aduh Kak Nay, Kak Nay, banguun.” Kali ini suaraku lebih nyaring dari sebelumnya.
Kak Nay tetap pada posisinya dan kembali meringkuk memeluk gulingnya erat-erat. Aku jengkel, kuambil selimutku di sebelah kasur Kak Nay, kulemparkan selimut itu ke wajah Kak Nay hingga menutupi wajah Kak Nay. Merasa sesak napas di dalam kerukupan selimut Kak Nay pun bangun.
“Aduh Ke, jam berapa sih ini, udah ribut aja kamu.” Kata Kak Nay dengan nada kantuknya.
“Kak nay, ini udah jam lima. Shalat sana, keburu siang loh. Tu nah anak-anak aja udah pada siap-siap. Hari ini kan OSN Pertamina jam enam di Aula.” Jawabku Panjang lebar.
“Duuh… Iya iya.” Gerutu Kak Nay sambil beranjak dan segera mengambil wudhu kemudian melaksanakan shalat Subuh.
Aku merapikan kamarku dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk mengambil antrian mandi. Maklum saja tempat umum, semua serba umum. Kamar mandi umum, dapur umum, WC juga umum. Di tempat penungguan ternyata sudah banyak anak-anak lain yang mengantri. Sambil menunggu antrian kami pun saling berbincang.
“Ke, kamu jadi ikut sleksi OSN Pertamina hari ini kan?” Tanya Tita tetangga depan kamarku.
“Ya jadi dong Ta, biarpun aku anak pertanian tapi aku semangat kan ikut tes ginian?” Jawabku sombong.
“Ye.. Tau aja deh, ikut beginian karena mau ngincer kaosnya aja kan?” Celetuk Rina sang sesepuh di Pondok Luwes yang kala itu sedang mengantri juga.
“Hehe, ya nggak to kak, nggak salah lagi maksudnya. Apalagi ada makanan juga, kan lumayan buat sarapan.” Jawabku lagi cengengesan.
“iyo paham aja sama tujuan utama. Dasar anak kos. Tapi siapa tau kan menang. Eh ya, siapa-siapa aja yang ikut dari Luwes ini?” Kata Rina.
“Semuanya Kak’ae, sama-sama ja kena kita tulaknya.” Jawabku dengan logat banjarku yang masih kejawa-jawaan.
“Okelah, ya dah aku duluan ya yang mandi.” Kata Rina kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang sempit itu.
“Habis kakak aku lah yang mandi.” Pesanku berteriak dari luar kamar mandi.
****
Waktu menunjukkan pukul 05.45 WIB. Persiapan Pondok Luwes tinggal sedikit lagi. Aku masih menyetrika baju yang akan aku gunakan hari ini. Kak Nay baru selesai mandi dan tengah berganti baju. Tiba-tiba suara teriakan terdengar dari kamar paling belakang. Kak Susi berlari ke lorong dan berteriak “Kebakaran!!! Cepat angkut barang-barang kalian keluar!!” Seru Kak Susi.
Aku hanya mendengar teriakannya saja tetapi tidak mengerti apa isi dari teriakannya.
“Kenapa sih, orang belakang teriak pagi-pagi gini?” tanyaku bersungut.
Tanpa menjawab, Kak Nay membuka pintu kamar dan melihat Kak Susi yang tengah panik mengetoki pintu-pintu kamar untuk memberitahu bahwa terjadi kebakaran di belakang kos. Tanpa berpikir panjang Kak Nay langsung memakai atribut seadanya dan memberitahuku untuk mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam kamar. (Atribut : kerudung, baju panjang dan rok panjang).
“Cepat Ke, keluarkan barang-barang berharga.” Perintah Kak Nay. Aku masih diam dengan jantung berdebar karena panik tetapi masih belum mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Bentar Kak, emang apa barang-barang berharga kita? Kita kan nggak punya barang-barang berharga?” tanyaku polos.
“Oh iya ya. Laptop, laptop, laptop. Ambil tas laptop.” Kata Kak Nay Panik.
Aku reflek mengambil tas laptop dan memasukkan laptop ke dalam tas. Aku keluar kamar dan mengangkut semua barang yang bisa diangkut keluar. Seluruh penduduk Luwes panik dengan caranya sendiri-sendiri. Rara si jangkung menangis sambil mengangkut barang-barangnya keluar. “Ah, anak ini lebay sekali menangis sampai terdengar seperti itu.” Pikirku. Kak Susi berlari menggotong barang-barangnya keluar. Ia harus berlari karena kamarnya adalah yang paling dekat dengan lokasi kebakaran dan paling jauh dari pintu keluar kos. Ami menangis mondar-mandir tidak mengerti apa yang harus diangkutnya karena saking paniknya. Sylvi dengan badannya yang kecil ternyata mampu mengangkat lemari Box beserta isinya keluar kamar. Mira yang sedang di kamar mandi masih asik melanjutkan mandinya, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
“Mir, keluar, kebakaran!” Teriak Kak Susi menggedor pintu kamar mandi.
Dari dalam Mira panik dan segera menyelesaikan mandinya kemudian keluar dan hendak keluar dari Luwes yang tanpa sadar masih memakai handuk.
“Miraaaaa atribut.” Teriak Kak Susi lagi. Mira tersadar dan spontan berlari ke kamarnya memakai atributnya dan segera ikut mengangkut barang-barangnya keluar kamar.
Panik, panik, dan panik. Semuanya berusaha mengeluarkan barang-barang apa saja yang bisa dikeluarkan. Kebakaran terjadi di rumah tetangga belakang kos yang hanya berjarak 10 cm saja tembok yang terbakar dengan tembok kos Luwes. Pemadam kebakaran mulai berdatangan, banyak tetangga pun membantu mengeluarkan barang-barang. Setelah berusaha selama 2 jam akhirnya api pun padam. Penduduk Luwes lega dan bersyukur karena kos tidak ikut terbakar. Semuanya berkumpul di depan kos membentuk lingkaran layaknya Teletubies yang sedang bersatu menyatukan kekuatan. Bersama-sama menyadari bahwa semua barang-barang telah berpindah ke luar kos.
Semua tetangga yang menyaksikan dan yang sudah membantu bubar, pemadam kebakaran pun berkemas pulang.
Tinggalah 16 makhluk Luwes yang sedang melepas lelah setelah 2 jam berlarian dengan perasaan panik dan mengeluarkan semua tenaga yang dipunya untuk menggotong barang-barang yang harus diselamatkan. Di antara kamar-kamar yang lain kamarku dan Kak Naylah yang paling bersih terangkut semua barang-barangnya. Padahal barang-barang di kamarku paling banyak dan merupakan barang berat semua. Seperti meja, lemari, rak buku dan semuanya berisi. Itu terjadi karena kamarku dan Kak Nay adalah yang paling dekat dengan pintu keluar kos.
Setelahnya, kami berkumpul saling menceritakan perasaan apa yang baru saja dialami dan menertawakan kelucuan-kelucuan dalam menghadapi kepanikan kebakaran yang baru saja terjadi. “Ah, kita ini lebay sekali paniknya.” Sekarang kami harus mengumpulkan tenaga untuk mengangkutnya kembali ke dalam kamar masing-masing. Semuanya berpikir, mengeluarkan barang-barang ketika kebakaran tadi tidak terasa beratnya. Tapi sekarang kenapa berat sekali. Yah, sebut saja tadi itu kekuatan panic, atau kalau tidak sebut saja The Power Of Kepepet. Penghuni Luwes kembali merapikan Kos dan kamarnya dengan sisa tenaga seadanya.
The End.

bebarapa nama di sensor. Trims adek ofa yang menulis cerita kita, menangis ba´da kelar, tertawa sedih, dan mulai mengumpulkan tenaga buat angkat2....

Ingat nggak setelahnya kita minum sirup dan makan roti? Alhamdulillah. sayang nggak dapat kaos OSN-nya

No comments:

Post a Comment