Monday, November 2, 2015

Pentingkah Cincin Pernikahan

Sebuah artikel yang membahas tentang cincin pernikahan. Keharusan atau budaya konsumtif yang dilestarikan. Sebuah bisnis cinta dan kasih sayang milik kalian.

“Mana cincin kawinmu? Masa’ sudah menikah nggak pakai cincin.”
Well, pertanyaan itu menggelitik. Membuat rambut berdesir, percikan ketombe keluar, keringat nyungsep di ket*k, and … blushing emotion. Hahaha.


Cincin nikah berbentuk lingkaran sempurna, 360° dan bukan kotak (ya iyalah … hadew!) Lingkaran melambangkan kekekalan, tanpa awal dan akhir. Memberi cincin pada istri berarti never-ending and immortal love.* (Glek. Apa itu?) Acara tukar cincin pada saat menikah dan selalu memakainya melambangkan komitmen antara kedua belah pihak. Mengingatkan mereka akan cinta dan makna pernikahan. Menjadi simbol yang senantiasa membahasakan kerinduan dan memperdalam cinta pada pasangan. **
Cincin Nikah, Pentingkah?
Cincin Nikah, Pentingkah?
Semakin ‘keren’ bahan pembuat cincin, semakin dalam cinta yang diberikan kepada penerima. By the way, the value of the ring juga memperlihatkan ‘status’ pemberi.* Yah kalau para Raja dan Ratu Eropa biasanya bertukar cincin berlian, orang-orang kaya dan biasa lebih suka bertukar cincin emas (entar masih ditanya, berapa karat, Le?), nah kalau saya mau cincin karet aja kagak punya. Hahaha. Sebenarnya semakin mahal sebuah cincin, maka akan semakin sedih saat cincin tersebut hilang, dan mengundang lebih banyak penjahat.  Seperti jambret, copet, dan pencuri. Repot kan?

Dalam film-film sering digambarkan, bahwa saat seseorang melepas cincin pernikahan berarti cintanya sudah menguap, hilang, lenyap, tak tersisa. Lalu, pasangan sebelah marah-marah atau sedih, merasa ditinggalkan, stres, depresi, bisa bunuh diri. Nah, kan rada ngawur nih. Masa iya segitunya sih? Just cincin aja kok.

Pagi itu, tiba-tiba Mas gede menyentil lagi masalah cincin. Yang saya yakin, sudah kami diskusikan puluhan kali sejak menikah. (Biar rada updet gitu)
“Siapa yang tanya?” Itu reaksi pertama saya.
“Teman yang kita kunjungi rumahnya, kemarin.”
“Terus?”
“Beberapa orang di masjid juga.”
“Memang wajib, ya?”
“Enggak, lagian kamu nggak suka.”
Batin saya, halaaah emang kalau sudah pakai cincin nikah bakalan aman dari perselingkuhan. (Ekstrim mikirnya)
“Ngomong-ngomong sejak kapan cincin masuk dalam rukun nikah, Mas. Setahu saya ada mempelai laki-laki, mempelai wanita, penghulu, dua orang saksi dan wali. Lalu, akad nikah. Sah. Kalau nggak tukar cincin bisa nggak sah gitu?”
Beliau tersenyum. Wew.
“Mas tahu apa yang lebih penting dalam sebuah pernikahan?”
“Apa?” tanyanya kalem.
“Yaitu saling pengertian antar pasangan. Lalu tetap saling menasehati dalam ketaatan dan kesabaran. Udah gitu aja.”
Yah. Begitu saja. Kami tidak perlu cincin untuk dipamerkan kepada publik bahwa ‘Ini looo kami sudah menikah.’ Sementara lajang yang memakai cincin dua-tiga banyak juga. Kalau ada yang bertanya sudah nikah atau belum, lalu kita jawab, ‘sudah’ juga lakyo uwes.  :D :D :D
Well, hidup terus berjalan. Masalah semakin ‘bejibun’ tanpa ditambahi memikirkan tentang cincin nikah.

Sejarah lengkap cincin nikah bisa gugling sendiri-sendiri. Karena awalnya terlihat dari peradaban Mesir yang ribuan tahun lalu. ;)

*web todayifoundout.com the origins of wedding rings
** Wikipedia/cincin pernikahan

Terima kasih sudah membaca uneg-uneg saya. Kripik dan krisan sangat diharapkan.
Belo Horizonte, 300815 2111
(Baru saja)

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan meninggalkan komentar untuk bertanya, diskusi, maupun ktitik saran untuk perbaikan konten blog ini.

2 comments:

  1. Replies
    1. Irit sekali ngetiknya, Yah?

      btw, terima kasih kunjungannya. Semoga tak bosan .... keep writing, keep inspiring. Kekkkk

      Delete